Senin, 05 Desember 2016

Pancasila: Pengetahuan Ilmiah dan Filsafat


A. Pancasila Secara Etimologis, Historis, dan Terminologis

1. Pancasila Secara Etimologis
Secara etimologi Pancasila berasal dari bahasa Sansakerta dari India, menurut Muhammad Yamin dalam bahasa Sansakerta kata Pancasila memiliki dua macam arti leksikal, yaitu:
Panca artinya ‘lima’; Syila artinya ‘batu sendi, alas, dasar’.
Syiila artinya peraturan tingkah laku yang baik/ senonoh secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang memiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur. Dalam buku  Sutasoma yang dikarang oleh Empu Tantular, Pancasila ini mempunyai arti lima kesusilaan (Pancasila Karma), yaitu:
a. Tidak boleh melakukan kekerasan
b. Tidak boleh mencuri
c. Tidak boleh berjiwa dengki
d. Tidak boleh berbohong
e. Tidak boleh mabuk minuman

Menurut Muhammad Yamin perkataan Pancasila, telah menjadi istilah hukum, yang dipakai oleh Bung Karno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 tentang sila yang kelima. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa Sansakerta perkataan “berbatu sendi yang lima” (Consisting of 5 roels) Pancasila dengan huruf Dewanagari, dengan huruf “I” panjang bermakna “lima peraturan tingkah laku yang penting.”
Perkataan Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India pada kiab Suci Tri Pitaka yang terdiri dari 3 macam buku besar yang terdiri dari,  Suttha Pitaka, Abhidama Pitaka dan Vinaya Pitka. Ajaran-ajaran moral yang terdapat dalam agam Budha:
a. Dasasyiila
b. Saptasyiila
c. Pancasyiila
Ajaran Pancasila menurut Budha adalah merupakan 5 aturan (larangan ) atau five moral principles Pancasila berisi 5 larangan/pantangan itu menurut isi lengkapnya:
1) Panati pada Veramani
Sikhapadam sama diyani artinya, jangan mencabut nyawa makhluk hidup atau dilarang membunuh.

2) Dinna dana Veramani
Sikhapadam sama diyani artinya, janganlah mengambil barang yang tidak diberikan maksudnya dilarang mencuri.

3) Kemashu Micchacara Veramani
Sikhapaadam sama diyani artinya, janganlah berhubungan kelamin maksudnya,  dilarang Berzina.

4) Musawada Veramani
Sikhapadam sama diyani artinya, janganlah berkata palsu atau dilarang berdusta.

5) Sura Meraya Masjja Pamada Tikana Veramani
Artinya, jangan meminum minuman yang menghilangkan pikiran maksudnya, dilarang meminum minuman keras. (Zainal Abidin, 1958: 361)
Perkataan Pancasila ditemukan dalam keropak Negara Kertagama,  yang berupa kakawin (syair pujian) dalam pujangga Istana bernama Empu Prapanca pada tahun 1365 kita temukan dalam surga 53 bait ke dua. Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam mulai tersebar ke seluruh Indonesia maka sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal dalam masyarakat Jawa yang disebut dengan 5 larangan/Lima pertentangan “moralitas, yaitu dilarang:
a. Mateni artinya membunuh.
b. Maling artinya mencuri.
c. Madon artinya berzina.
d. Main artinya berjudi.
e. Mabok artinya meminum-minuman keras atau menghisap candu.

2. Pancasila Secara Historis
Tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno memberi nama Pancasila yang artinya 5 dasar pada pidatonya dan tanggal 17 Agustus 1945 memproklamasikan kemerdekaan, 18 Agustus dimana termuat isi rumusan 5 prinsip dasar negara  yang diberi nama Pancasila juga termuat dalam UUD 1945 yang pada saat itu disahkan.  Hal ini mnurut Soekarno atas saran dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya. Sejak  itulah istilah Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan istilah umum. Adapun secara historis proses perumusan Pancasila sbb:

a. Mr. Mohammad Yamin
Pada sidang  BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato mengusulkan lima asas dasar negara sebagai berikut:

1) Peri Kebangsaan
2) Peri Kemanusiaan
3) Peri Ketuhanan
4) Peri Kerakyatan
5) Kesejahteraan Rakyat

Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis mengenai rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar negara sebagai berikut.

1) Ketuhanan Yang Maha Esa.
2) Kebangsaan persatuan Indonesia.
3) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Mr. Soepomo
Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima dasar negara sebagai berikut:

1) Persatuan
2) Kekeluargaan
3) Keseimbangan lahir dan bathin
4) Musyawarah
5) Keadilan rakyat

c. Ir. Soekarno
Pada sidang BPUPKI tanggal  1 Juni 1945, Ir. Soekarno megusulkan dasar negara yang disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa teks sebagai berikut.

1) Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia.
2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan.
3) Mufakat atau demokrasi .
4) Kesejahteraan Sosial .
5) Ketuhanan yang Berkebudayaan.

Selanjutnya kalau menyusulkan bahwa 5 sila tersebut dapat diperas menjadi “Tri Sila”.

1) Sosio Nasional yaitu, “Nasionalisme dan Internasionalisme”
2) Sosio Demokrasi yaitu “Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat”
3) Ketuhanan YME

d. Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI (Panitia Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan di dalamnya termuat Pancasila dengan rumusan sebagai berikut.

1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemuluknya.
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3) Persatuan Indonesia.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3. Pancasila Secara Terminologis
Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidang yang di dalamnya telah berhasil mengesahkan UUD Negara Republik Indonesia atau yang dikenal UUD 1945. Adapun UUD 1945 terdiriri atas dua bagian yaitu Pembukaan UUD  1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal,  1 aturan-aturan peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 aturan tambahan terdiri atas 2 ayat.

Dalam bagian Pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut:
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab
c. Persatuan Indonesia
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia yang disahkan seluruh rakyat Indonesia. Namun dalam sejarah ketatangaraan Indonesia dalam upaya bangsa Indonesia mempertahankan proklamasi dan eksistensinya, terdapat pula rumusan-rumusan Pancasila sebagai berikut.
a. Dalam Konstitusi Republik Indonesia  Serikat (29 Desember -  17 Agustus 1950)
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Peri Kemanusiaan
3) Kebangsaan
4) Kerakyatan
5) Keadilan Sosial

b. Dalam UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Peri Kemanusiaan
3) Kebangsaan
4) Kerakyatan
5) Keadilan Sosial

c. Dalam kalangan masyarakat luas
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Peri Kemanusiaan
3) Kebangsaan
4) Kedaulatan Rakyat
5) Keadilan Sosial

4. Filsafat Pancasila

1. Konsep dasar Filsafat
Salah satu kelebihan manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk makhluk Tuhan lainnya keingintahuannya yang sangat dalam terhadap segala sesuatu di alam semesta ini. Sesuatu yang diketahui oleh manusia itu disebut pengetahuan.
Ditilik dari sumber perolehannya, pengetahuan itu dapat dibedakan dalam beberapa macam. Apabila pengetahuan itu diperoleh melalui indera manusia, disebut pengetahuan indrawi (pengetahuan biasa). Jika pengetahuan tersebut dikembangkan mengikuti metode dan sistem tertentu serta bersifat universal, disebut pengetahuan ilmiah. Selanjutnya apabila pengetahuan itu diperoleh melalui perenungan yang sedalam-dalamnya (kontemplasi) sampai pada hakikatnya, maka munculah pengetahuan filsafat.

Falsafah atau filsafat berasal dari kata Yunani : “Philos” dan “Shopia”. Philos artinya mencari atau mencintai; sedang Sophia artinya  kebijakan  atau kebenaran. Jadi kata majemuk “Philosophia” kira-kira berarti, daya upaya pemikiran  manusia untuk mencari kebenaran dan kebijakan.
Dari istilah tersebut jelaslah bahwa orang yang berfalsafah ialah orang yang mencintai kebenaran atau mencari kebenaran, bukan memiliki kebenaran. Falsafah adalah hasil pemikiran manusia secara teratur dan sedalam-dalamnya dalam usaha menemukan hakikat sesuatu atau kebenaran sedalam-dalamnya.

Apabila falsafah bertujuan untuk menemukan kebenaran yang sedalam-dalamnya, maka falsafah hidup bertujuan untuk menemukan kebenaran yang sedalam-dalamnya yang dapat dipergunakan sebagai pegangan hidup dan pedoman hidup agar bangsa Indonesia mendapatkan kebahagiaan, yaitu kebahagiaan lahir batin, dunia akhirat.

2. Pancasila dalam Tinjauan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

a. Ontologi
Ontologi adalah bagian dari filsafat yang menyelidiki tentang hakikat yang ada. Terkadang Ontologi dinamakan dengan metafisika, sebelum manusia menyelidiki yang lain. Manusia berusaha mengerti hakikat sesuatu (Muhammad Noor Syam, 198:24). Jadi, Ontologi  adalah cabang dari filsafat yang persoalan pokoknya adalah kenyataan atau realita itu.
Dalam kenyataannya Pancasila dapat dilihat dari penghayatan dan pengalaman kehidupan sehari-hari. Dan bila dijabarkan menurut sila-sila dari Pancasila itu adalah sebagai berikut:

1) Sila Pertama , Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama ini menjiwai sila-sila yang lainnya. Di dalam Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dengan sila pertama ini, kita diharapkan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang juga merupakan bagian dari sistem  pendidikan nasional. Sebagai contoh, dalam kurikulum telah banyak ditemukan pelajaran yang bernilaikan Pancasila. Seiring perkembangan zaman, kita sering dihadapkan oleh masalh-masalah yang rumit. Namun, Pancasila dapat menjawabnya. Di samping itu kita harus memiliki IMTAQ. Kita yakin dan percaya kepada Tuhan Yang Maha esa , menghormati antar pemeluk agama, tidak memaksakan sesuatu kepada orang lain. Dalam ajaran agama Islam dalam Surat Al- Kafirun ayat 6 yang artinya, “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”. Semua ini tercermin dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan pengamalan dari sila-sila Pancasila.

2) Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Manusia yang ada di muka bumi ini mempunyai harkat dan martabat yang sama, yang diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan fitrahnya sebagai hamba Allah (Darmodiharjo, 1988:40).
Pendidikan tidak membedakan usia, agama, dan tingkat sosial budaya dalam menuntut ilmu. Semua orang berhak mendapatkan perlakuan yang sama kecuali tingkat ketaqwaan seseorang. Maka, pendidikan harus dijiwai Pancasila sehingga akan melahirkan masyarakat yang susila dan bertanggung jawab , adil dan makmur baik spiritual maupun materil dan berjiwa Pancasila.

3) Sila Ketiga, Persatuan Indonesia
Berdasarkan letak geografis Indonesia diapit oleh dua benua  (Benua Australia dan Benua Asia) dan berada di antara dua samudera  (Samudera Pasifik dan Samudera Hindia). Pancasila dan UUD 1945 serta kecintaan terhadap tanah air menghapus perasaan kesukuan yang sempit dan memotivasi untuk penyebaran dan pemerataan pembangunan.

4) Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusywaratan/perwakilan
Sila keempat ini sering dikaitkan dengan kehidupan berdemokrasi. Dalam hal ini, sering juga diartikan sebagai kekuasaan di tangan rakyat. Jadi, dalam menyusun tujuan pendidikan, diperlukan ide-ide dari orang lain demi kemajuan pendidikan.


5) Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Setiap bangsa di dunia bertujuan mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Keadilan ini meliputi kebutuhan meliputi kebutuhan materil maupun spiritual yang didasari asa-asas kekeluargaan.
Dalam dunia pendidikan nasional, maksud  adil dalam arti luas mencakup seluruh aspek pendidikan yang ada. Adil dalam melaksanakan pendidikan, antara ilmu umum dan keagamaan itu harus seimbang.

b. Epistomologi
Epistemologi atau teori pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian , dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya: metode deduktif , metode induktif, metode positivism, metode kontemplatis, dan metode dialektis. Dengan filsafat, kita dapat menentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai demi peningkatan ketenangan dan kesejahteraan hidup, pergaulan dan berwarga negara. Untuk itu bangsa Indonesia telah menemukan filsafat Pancasila.
1) Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pancasila lahir tidak secara mendadak, tetapi melalui proses panjang yang dimatangkan dengan perjuangan. Pancasila digali dari bumi Indonesia yang merupakan dasar negara, pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, tujuan atau arah untuk mencapai cita-cita dan perjanjian luhur rakyat Indonesia (Widjaya, 1985: 176-177).
Dengan demikian, Pancasila bersumber dari bangsa Indonesia yang prosesnya  melalui perjuangan rakyat. Bila kita hubungkan dengan Pancasila, maka dapat kita ketahui bahwa apakah ilmu itu didapat melali rasio atau dating dari tuhan.

2) Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Manusia itu mempunyai potensi yang dapat dikembangkan. Pancasila adalah ilmu yang diperoleh melalui perjuangan yang sesuai dengan logika. Dengan mempunyai ilmu moral, diharapkan tidak lagi terjadi kekerasan dan kesewenang-wenangan manusia  terhadap yang lainnya.

3) Sila Ketiga, Persatuan Indonesia.
Potensi dasar dengan faktor kondisi lingkungan yang memadai akan membentuk pengetahuan. Dalam hal ini, sebagai contohnya adalah ilmu sosiologi yang mempelajari hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya. Jika dihubungkan dengan Pancasila kita terlebih dahulu mengetahui ciri-ciri suatu masyarakat dan bagaimana terbentknya suatu masyarakat.

4) Sila Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai pemimpin di muka bumi ini untuk memakmurkan umat manusia. Seorang pemimpin mempunyai syarat untuk memimpin dengan bijaksana. Dalam system pendidikan nasional, pendidikan memang mempunyai peranan besar, tetapi itu tidak menutup kemungkinan peran keluarga dan masyarakat dalam membentuk manusia Indonesia yang seutuhnya. Jadi, dalam hal ini diperlukan suatu ilmu keguruan untuk mencapai  guru  yang ideal, guru yang kompeten. Setiap manusia bebas mengeluarkan pendapat dengan melalui lembaga pendidikan.  Setiap ada permasalahan diselesaikan dengan jalan musyawarah, agar mendapat kata mufakat.

5) Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Ilmu pengetahuan sebagai perbendaharaan dan prestasi individu serta sebagai karya budaya umat manusia merupakan martabat kepribadian manusia. Dalam arti luas, adil di atas dimaksudkan seimbang  antara ilmu umum dan ilmu agama. Hal ini didapatkan melalui pendidikan, baik itu formal  maupun informal. Dalam pendidikan nasional yang intinya mempunyai tujuan yang mengejar Iptek dan Imtaq. Di bidang sosial, dapat dilihat pada suatu badan yang mengkoordinir dalam hal mengentaskan kemiskinan, dimana hal ini sesuai dengan Pancasila.

c. Aksiologi
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.  Aksiologi adalah istilah Yunani yaitu, axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S. Suriasumantri  mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dan pengetahuan yang diperoleh.
Jadi, aksiologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki nilai-nilai (value). Nilai tidak akan timbul dengan sendirinya, nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari. Dengan begitu dapat dibedakan nilai spiritual.

1) Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam agama Islam percaya kepada Allah SWT adalah hal utama yang harus kita lakukan. Setiap saat kita selalu menyebut asma Allah SWT dalam segala hal. Dilihat dari segi pendidikan, sejak dari tingkat kanak-kanak hingga perguruan tinggi diberikan pelajaran agama dan hal ini merupakan sub sistem dari sistem pendidikan nasional.

2) Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Dalam, kehidupan umat Islam, setiap umat muslim yang datang ke masjid untuk shalat berjamaah berhak menempati barisan depan tanpa membedakan keturunan, ras/etnis, warna kulit, dan kedudukan. Di mata Allah SWT semuanya sama hanya saja amal dan ibadahnya yang berbeda. Inilah sebagian kecil contoh dari nilai-nilai Pancasila yang ada dalam kehidupan umat Islam.

3) Sila ketiga, Persatuan Indonesia
Islam mengajarkan supaya bersatu dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan, mengajarkan untuk taat kepada pemimpin. Indonesia adalah negara Pancasila, bukan negara yang berdasarkan satu agama. Meskipun demikian, warga negara kita tidak lepas dari pembinaan dan bimbingan kehidupan beragama untuk terwujudnya kehidupan beragama yang rukun dan damai.

4) Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sejak dahulu bangsa Indonesia sudah terbiasa dengan kegiatan tolong menolong seperti gotong royong. Tak hanya itu bangsa Indonesia sudah melakukan musyawarah dalam menyelesaikan setiap masalah. Hal tersebut menandakan bahwa bangsa Indonesia sudah mengamali Pancasila jauh sebelum dibentuknya  Pancasila.

5) Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Adil berarti seimbang antara hak dan kewajiban. Dalam segi pendidikan, adil itu seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama. Seperti  kata pepatah agama tanpa ilmu sengsara, ilmu tanpa agama buta.
Mengembangkan perbuatan yang luhur, menghormati hak orang lain, suka memberi pertolongan, bersikap hemat, suka bekerja, menghasilkan hasil karya orang lain dan bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial.

3. Sistem Filsafat Pancasila
Bangsa Indonesia mewarisi tatanan sosio kultural berwujud nila-nilai dasar sebagai budaya luhur yang merupakan sari dan puncak budaya bangsa sebagai pandangan hidup bangsa.
Pancasila sebagai sistem filsafat atau sebagai dasar negara kita merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara kita. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dapat mempersatukan kita, serta memberi petunjuk dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dalam masyarakat kita yang beraneka ragam.
Filsafat Pancasila adalah filsafat yang mempunyai obyek Pancasila yang benar dan sah sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945 mengenai Pancasila dapat dilakukan dengan cara deduktif dan induktif. Cara deduktif yaitu dengan yaitu dengan mencari hakikat Pancasila serta menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan komprehensif.  Cara induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat , merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu.

5. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah
Filsafat Pancasila adalah landas tumpu dalam proses berpikir dan berpengetahuan. Dikemukakan oleh I.R. Poedjowijianto dalam bukunya ‘ Tahu dan Pengetahuan’ yang merinci syarat-syarat ilmiah sebagai berikut:
1) Berobjek
Semua ilmu pengetahuan harus dengan objek. Objek dibedakan menjadi dua yaitu objek farma dan objek material. Objek farma Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila atau dai sudut pandang apa Pancasila dibahas. Pada hakikatnya Pancasila dapat dibahas dari sudut manapun. Objek material Pancasila adalah suatu objek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik bersifat empiris maupun nonempiris.

2) Bermetode
Salah satu metode yang ada di dalam pancasila adalah metode Analitico Syntetic yaitu perpaduan antara analisis dan sinestis

3) Bersistem
Ilmu pengetahuan harus merupakan bentuk yang utuh dan bulat. Baik berupa interelasi maupun interpedensi

4) Bersifat Universal
Kebenaran suatu ilmu pengetahuan haruslah bersifat universal dan mencakup segala aspek. Pancasila bersifat universal atau intisari, essensi atau makna terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakikatnya adalah bersifat universal.

6. Tingkatan Pengetahuan Ilmiah dalam Pancasila
Pengetahuan adalah suatu keadaan yang hadir dikarenakan persentuhan kita dengan suatu perkara. Keluasan dan kedalaman kehadiran kondisi-kondisi ini dalam pikiran dan jiwa kita sangat bergantung pada sejauh mana reaksi, pertemuan, persentuhan, dan hubungan kita dengan objek-objek eksternal sehingga makrifat dan pengetahuan ialah suatu keyakinan yang kita miliki yang hadir dalam syarat-syarat tertentu dan terwujud karena terbentuknya hubungan-hubungan khusus antara subjek (yang mengetahui) dan objek (yang diketahui) dimana hubungan ini sama sekali kita tidak ragukan. John Dewey menyamakan antara hakikat itu sendiri dan pengetahuan dan beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil dan capaian dari suatu penelitian dan observasi. Menurutnya, pengetahuan seseorang terbentuk dari hubungan dan jalinan ia dengan realitas-realitas yang tetap dan yang senantiasa berubah.
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih mudah. Filsafat dianggap sebagai ratu ilmu pengetahuan (Syam, 2006: 8).

1. Pengetahuan Deskriptif
Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang memberikan suatu keterangan, penjelasan objektif. Kajian Pancasila secara deskriptif berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta kajian tentang kedudukan dan fungsinya.

2. Pengetahuan Kausal
Pengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi 4 kausa yaitu kausa materialis, kausa formalis, kausa efisien dan kausa finalis. Selain itu juga berkaitan dengan Pancasila sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila sebagai sumber segala norma.

3. Pengetahuan Normatif
Pengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan dengan suatu ukuran, parameter serta norma-norma. Dengan kajian normatif dapat dibedakan secara normatif pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan (das sollen) dan kenyataan faktual (das sein) dari Pancasila yang bersifat dinamis.

4. Pengetahuan Esensial
Pengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab suatu pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan tentang hakekat sesuatu. Kajian Pancasila secara esensial pada hakekatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang intisari/makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila (hakekat Pancasila).

















BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah harus memenuhi syarat, yaitu memiliki objek, metode/cara, system dan bersifat universal. Tingkatan pengetahuan ilmiah Pancasila sangat ditentukan oleh macam-macam pertanyaan ilmiah, seperti deskriptif (bagaimana), kausal (mengapa), normatif (kemana) dan esensial (apa).
Tak lupa bahwa Pancasila mencakup semua apek dan bersifat universal. Indonesia merupakan negeri yang memiliki suku terbanyak di dunia. Maka dari itu, Pancasila dapat menyatukannya bahwa rakyat Indonesia memiliki perbedaan namun ideology kita satu yaitu, Pancasila.


Daftar Pustaka
http://anadarabone.blogspot.co.id/2011/12/pancasila-sebagai-pengetahuan-ilmiah.html
http://andrie-cikape.blogspot.co.id/2012/10/pembahasan-pancasila-secara-ilmiah.html?m=1
http://cescbergas.blogspot.co.id/2010/10/tingkatan-pengeahuan-ilmiah.html?m=1
http:/citadastmikpringsewu.wordpress.com/mata-kuliah/pancasila/pengertian-pancasila-secara-etimologis-historis-terminologis-hakikat-pancasila/
http://footballokers.blogspot.co.id/?m=1
https://stmikblogger4.wordpress.com/mater-materi/pancasila-sebagai-sistem-filsafat/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar